Dia terduduk sambil memeluk lututnya
Tangis berderai menganak sungai pada pipi
Seperti tertelungkup dan menyepi
Menahan sakit dalam dirinya
Sepasang mata tak lagi ku kenali
Hanya linangan yang tergoyahkan angin
Pada semusim gugur yang baru mengalir
Pada langit ia menengadah sepeti hendak meminta
Namun seulas senyum masih saja ku lihat
Terpancar nanar dari bibir bekunya
Ia memandangku seakan aku anaknya
Meronta seperti hendak memeluk tubuhku
Namun aku menjauh hendak menghindar dari tubuh letihnya yang membusuk
Ia lelah balutan pasung terlilit pada kakinya yang kecil
Lagi kuamati wajahnya wajah yang ternyata amat terlalu cantik
Secantik wajah ku yang selalu ku pandang pada pagi nan merdu
Wajahnya membiaskan wajahku pada waktu yang nanti
Namun tak ku hirau benarkah perempuan pasung ini ibuku
12 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar