Aroma akar pinus masih berbau tajam
Disela-sela embun pagi yang menawan
Terlihat rembulan bergaris dahi tersenyum heran
Seorang lelaki berkaca muram pada telaga
Pada yang kesekian kali ranting itupun terjatuh lunglai
Lingkaran air menyebar memecah siluet wajah lelaki
Ia masih tak bergeming meski gema subuh telah sayup-sayup mengudara
Sudah hamper kiamat malam itu
Sudah hampir tak terteteskan air dikelopak matanya
Remubulan semakin sayu dan tampak semakin pucat
Semakin bergantinya hari semakin pucat
Namun ia heran dan semakin heran
Lelaki berwajah bening itu hilang bagai tertelan
Kini tak ada ranting yang berjatuhan
Semua menahan diri agar tak jatuh tertiup angin musiman
Telaga hanya berisi jerit tangis bisu
Tak seberapa saat sebuah tubuh kaku dan layu
Terbujur mengambang dalam telaga rindu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar