Sabtu, 23 Juli 2011

Sketsa Senja

:tentang seoarang anak

Hari dirapal mega-mega
bening memerah saga
tak mengerti sajak menenun mantra

aku hanya ingin menjadi laut
di gelimang senja dan gemintang cakrawala
biarkan aku berselimut badai dan garamnya
aku ingin membelahnya dalam riak dan gelombang

lepaskan tambatku biarkan layarku menari di belai angin
kan kususuri berjuta pernama
kan kurekam seribu senja

tak akan ku pulang sebelum
sauh tersampai,angin tergenggam,mimpi teraih
salamkan doa mu di tepi senja yang memudar

Dermaga di senja berkesudahan
kupergi melambai mimpi
dan menelan sajak yang hitam

2011

Setangkai Bunga Langit

:Mela R.A

ada bias di rona senja
setangkai bungamu yang terjatuh
bukan gugur atau patah
tapi merumpun dalam mekar

tumbuhlah disudut mata
berkaca langit di luas kata
tak akan kau temui segenggam makna
seindah mahkotamu tempo senja

jadilah permata di kerudung awan
menjelma lembar kata
yang berjatuhan dati mata benua
karum berperi pada kecipak
ikan yang menari salsa

kau mungkin tak mengenal embun
yang membasahi di pagi buta
tapi kenallah pada melati
putih berperi suci
di lembar langit dan laut saga

tak berkesudahan kelopakmu menari
di iring lembar angin dalam symfoni
jadilah mata air di tengah gelimang air mata
:Kau bunga di tepi senja

Narasi Sebuah Cermin

Kau yang sering datang padaku
menyimpul sebaris senyum
dan aku akan senantiasa membalas
ranummu yang terlelelap

aku bukanlah yang lain
melainkan masih kau yang sering mengeja
tentang remang-remang
dan soleteh riang kunang-kunang

kita adalah wujuud dan bayang
yang satu tak berjarak
dan selalu lindap dalam sunyi
yang bising di balik remang bulan juni

tapi kini kau tak sering datang dengan wajah itu
dengan wajah kunang kini datangmu
dan tak padaku kau bercermin
tapi pada cermin serupa pelangi

kau tahu kau bukanlah wujudku lagi
kau wujud cermin pelangi
kau lupa akulah bayangmu
yang tak mungkin berganti wujud

ketahuilah kau wujudku
disini bayangmu menunggu
meski dalam buram bias goresan debu

Mimpi Pagi Seorang Buta

Gelap tersimpan dalam kemelut kabut
adalah ketenangan sebuah mimpi
yang kalut dan mengores luka

ada yang nampak dari seorang dia
yang tersungkur di pagi
yang menggigil
ia hanya rindu mentari yang lembut
membelai kelopaknya

sangkur yang menetes dari biji matanya
selalu menggores riuh embun yang pula
mencabik,membadik,setiap longsongan harapan

tapi ia bukan kau yang gemar jatuh dalam lubang sama
ia akan terbangun dari tatih dan letih
menyongsong fajar yang gelap
dan mimpi yang tak pernah padam

Sketsa Pagi

:seorang calon Ayah
Dipagi yang wungu dan malu
si mungil terlahir untuk duka
menyanding bisu dan kecu peristiwa
seharusnya pagi tak melindap
dingin yang haus akan dipuja
ia seharusnya menjadi celoteh riang
seorang gadis yang sibuk mengeja waktu
tapi pagi selalu membawa kalut
rengekan dan riuh geraham dalam
orkestra majnun
dan selalu terselip segumpal merah dalam dada terbakar

deretan embun tak mungkin kembali
sebab kini  ia hanya meratap dan membisu
perjalanan pagi yang diderai dengan nafsu muda belia

saat dengan mata merah
ia congkrl seorang gadis dari garba ibunya
dan membunuh arti persekutuan suci seorang ayah

kini paginya luka
karena embun selalu olok-olok
tentang cerita ayah kepagian

Minggu, 17 Juli 2011

Terminal di Waktu Senja

Tak akan kau temui aku
di senja bersajak mega merah
saat ku temui beberapa busbus tua merapal doa
merapal dzikir yang sering mabuk
dan terlupa di balik bias otak kecil yang tergeletak tak bertuan

terminal ini seperti pemberhentian kalut
dan coreng moreng etalase bila berteriak
seperti kabar nun jauh
seperti lampu diskotok tua yang kehabisan nafsu

senja dingin, yak ku temui kau
pada siang yang sering merapal doa tentang rezeki
hanya kalut dan bentang malam yang siap menerkam

Kartu Pos di ujung pagi

Aku kirim kartu pos lewat malam setengah matang.
bergambar merpati yang bersanding dalam diam
jika sempat bacalah
segumpal debu dari negeri tak bernama puisi

ku tulis dilembar pertama
sajak tulip yang bergandengan dirapal sholawat dan nasehat
gemetar tanganku tak mampu menyanding pena yang kaku
bacalah sembari mengunyah malam yang berdebu

bacalah lembar kedua dengan gigil dan gemerutuk gigimu yang berseri itu
karena kutis kabar tentang padi yang malas menjadi nasi
begitulah disini padi lebih suka menjelma rumput bagi pedati

dilembar ketiga suratku, bacalah dengan amarah dan dada menggebu
karena di tempatku sedang musim merapal perut
kau tahu mereka lidah kami
mungkin karena lidah kami buntung
harus lewat mwrwka untuk bicara

mawar,lebaran ini aku inigin pulang
sebab malam disini sangat panjang
meski kami berteriak matahari selalu terlambat datang
ku tahu lembar yang nanar selalu kau terima setiap lebaran
tapi kali ini aku akan pulang tinggal nama

magelang,2011

Dalam Dekap Malam

Ku tunggu di batas waktu
tempat hujan saling bercumbu
dalam riang bola lampu
yang kau sedu bersama alunan kopi tua
beraroma mawar biru

dan kita akan menyulam malam
dalam dekap dan doa
merajut cinta dalam sunyi hati yang lindap

tak akan kubiarkan malam berlalu
karena kita menunggu mata mungil berjatuhan dalam gerimis
hingga dingin larut semakin mendekapkan sajakku untukmu

dalam dekap malam dibatas waktu
tempat menantimu dalam kindap dan secangkir kopi

Lagu Rindu Kepagian

Baru saja suuh berkokok
genderang ditalu hari baru di buka
embun masih sibuk berbaris pulang
kicau burung masih bersembunyi di tenggorokan

kau datang membawa luka
yang terbungkus kado ulang tahun
berbentuk cinta dengan ukiran hati
kau bilang ,ini lukamu kemarin
selamat atas kematianku

mentari di pelupuk matamu terbit
dn melelehkan sebutir es
aku tak mengerti sajak perempuan selalu abu-abu
     : Ini rinduku yang pernah kau curi

Skenario Makan Malam

Ada yang berubah di meja makan
apa ada salju di hidanganku?
kau begitu dingin
serupa monalisa di museum : tempo hari

mungkin sup ku tak sehangat pelukmu
ketika kata menjadi anank panah di kurusetra
kau buka palagan
haruskah aku menjelma srikandi
dan kau eyang bisma?

sekali lagi kau lecut genderang di telingaku yang memerah
tak kau lihat palagan telah banjir darah
tak kau lihat  mata air telah menjelma air mata
tak kau lihat aku yang mati dipucuk ragu

ah
kini meja itu tak seperti sewindu lalu
saat ku tikam kau dengan potret
     : Apa kita saling mengenal?

Jumat, 08 Juli 2011

Kidung Malam

Malam berteriak ditelingaku
"kawan ,lekaslah bunuh diri!"
sunyi lindap yang bernyanyi
masih mampu kau dengar teriakku

Kau gelap yang membawa pasung
yang kau pikul di bahu kiri dekat
belikat yag lekat oleh dzikir
"oh, mungkinkan dia malaikat ?,
hanya saja sedang tanggal sayapnya"

Masih ku ingat setiap malam yang beku
kau berdongeng tentang malaikat telanjang
yang lupa membawa sayap untuk mencabut nyawa
ku ingat lekat katamu di riuh embun itu
"Malaikat akan datang dengan wajah coreng serupa badut
dia akan melindap anak dan memasang pasung di bahunya"
ah, kau masih saja berceloteh akupun seperti hanya terkekeh-kekeh

tapi, kini hanya malam yang berorasi
menuduh kau pembohong
dia bilang "Malaikat itu berwajah seram serupa dutcman
dalam kartun kotak kuning"

aku tak percaya kau bohong
malaikat itu berwajah badut ,
seperti malaikat yang datang ditidurmu
tempo hari sebelum kau tak mau bernafas lagi
dan mulai memenggal dongengmu

aku tak percaya cerita malam
yang bising berteriak tentang keadilan
adil itu babi hutan yang lapar
atau keledai bunting yang kehausan
aku hanya percaya kau
dan dongeng malaikat yang telanjang

aku juga tak akan memdengar orasi malam
yang berdengung tentang kejujuran
yang ku tahu kejujuran itu
selai kacang yang bernyanyi di meja makan

sekali lagi aku hanya percaya kau
dan dongeng tentang sayap malaikat berwajah badut

Hanya saja , malam sekali ini benar
aku harus membunuh diri
sebab dongengmu juga telah terkubur
di pagi yang membuta

magelang,2011

Nyanyian Hujan

Ada tetes dalam mata air
Ada tetes dalam air mata

Kau mengerti hujan tak akan melukai
kecuali jejak basah yang kau tinggalkan
kala gerimis senja gulana

tetes demi tetes sajak terjatuh di pelimpahan
aku rasa itu mata air atau sekedar air mata yang menggenang

Aku paham jejak kaki yang tertinggal
adalah sisa tapak kai lacur
dan sering melupakan kabut

Ada tetes yang menetes dari mata air mata

Kamar 1001

Kamar bisu,lemari bisu,meja bisu

kunanti percakapanmu diapal waktu
dan kita meracik beberapa rindu

kau insomnia dan menabrak dentang jam di dinding
     :peduli apa kita tentang waktu?
ku bunuh bayang mu dengan peluhku

Erat dekap,langkah tegap,mata sigap

kunanti perdebatan tentang waktu saat kita mengja doa

kau Amnesia lalu menikam dentang jam di dinding
tak kuhirau semua tentang waktu
kau tikam tubuhku dengan peluh dan lenguh

kamar bernyanyi,lemari menari,meja berpuisi

Kunanti dirimu di hangat lekat kamarku

Arah Angin Utara

Taruhlah diri  diperbatasan waktu
kan ku nanti kau ditempat ku
dengan longsogan harapan tajam yang membatu

Aku nanti di jembatan itu
tempat ruh kita bertemu
memadu getir dan manis empedu

kan kusajikan madu
sebagai sajian sian kita yang bisu
dan ku rentangkan segenap rindu
tapi kau lebih suka mati dipelukanku
dan melupakan angin yang bernyanyi
aku hanya akan mengeja doa

kini dijembatan itu hanya ada susuh angin kosong
yang limbung dan melahirkan kunang-kunang

2011